Rabu, 09 Maret 2016

Langkah Awal Untuk Memulai

Langkah awal ini bermula pada saat aku ikut nonton bareng rekan-rekan kantorku, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Hari ini, aku ingin berbagi kisahku.


Kemarin, sepanjang perjalanan dari kantor, aku, teman-teman dan pak herry, manajerku, bercanda tentang banyak hal. Tiba-tiba pandanganku mengarah pada sebuah buku di depan kursi tempat aku duduk. Ah! Buku itu berjudul 33 Menit Resign. Nah loh! “telat nih! Harusnya aku ketemu buku ini sebelum aku ngajuin resign.” Gumamku dalam hati. Tapi, toh aku sudah sangat mempersiapkan diri sebelum aku mengajukan resign. Aku sudah siap, bahkan lebih dari siap. Sangat siap!

“bagus tuh neng! Kamu kan mau resign, coba baca buku itu!” tanpa sadar ternyata pak Herry memperhatikan aku yang asik membaca

Mana yang anda lebih suka? Hari Senin atau hari Jumat? Kalau anda berkata bahwa anda lebih menyukai hari Jumat, berarti ada yang salah pada pekerjaan anda.

Beberapa kata dalam buku itu langsung mengganggu pikiranku. Itu adalah beberapa kata yang pak Herry katakan padaku beberapa minggu yang lalu. Ternyata dari buku ini! Buku ini menarik. Boleh gak yah aku pinjam beberpa hari? Gumamku dalam hati. Aku terus saja membaca garis besar tiap chapter.

“bawa aja neng buat baca di rumah!”

Seakan membaca pikiranku, itulah kata-kata yang tiba-tiba diucapkan pak Herry. Tanpa pikir panjang, kumasukkan buku itu ke dalam tas. Aku akan membacanya! Muncul perasaan positif bahwa buku itu berisi hal-hal yang dapat menguatkanku di masa yang mungkin akan berat. Ya, hari-hari di mana aku tak lagi dikenal sebagai seseorang yang bekerja di bank. Aku, hani, pengusaha muda yang sukses di usia muda. Seseorang yang akan mengubah dunia menjadi lebih baik lagi. Insha Allah.
“manajer saya dulu pernah cerita ke saya kalau manusia itu terdiri dari 3 unsur. Luck, opportunity & brain. Seseorang dengan kemampuan dan keberuntungan tapi gak punya kesempatan, ga akan berhasil”

Kata-kata itu menutup perjalanan kami saat mobil pak Herry sampai di mall yang kami tuju. Moment itu nampak biasa saja, tapi aku betul-betul berusaha mencerna apa yang barusan pak Herry katakan. Terbersit secara singkat apa yang datang dalam perjalanku sampai aku memutuskan untuk mengajukan resign.
***


Aku berhenti dari pekerjaan di perbankan untuk membangun perusahaan pengembang SDM yang sangat inovatif, sebagai langkah awalku untuk memulai mencapai impianku. Ini merupakan hasil dari pemikiran yang tidak singkat, tapi lahir dari pro dan kontra atas sebuah ide pada suatu kompetisi perencanaan bisnis di akhir 2015. Yang lahir dari bagaimana sebuah penyepelean dan pengecapan bahwa seseorang seperti aku belum pantas menjadi pemenang adalah sesuatu yang membakar semangatku!

“mana bisa kamu menang? Kamu mau buat ide apa? Ok lah kalau peserta nya cuma mahasiswa kaya kamu. Saya jamin dengan pemikiran kamu di usia semuda ini, kamu pasti menang. Tapi lihat, lawanmu itu ga sepantaran. 18-40 tahun. Jelaslah kamu pasti kalah. Kecuali kalau kamu anggap ini hanya sebagai media pembelajaran saja. Sudahlah, mending kamu pertajam kemampuan kamu di satu bidang, ya di bahasa Inggris. Jangan terganggu sama kompetisi-kompetisi kayak gini”

Begitu saran dari salah satu dosenku. Seseorang yang menginspirasiku ini begitu memukulku dengan kata-katanya. Tapi bukannya dipukul mundur, seharian aku memikirkan kata-katanya. “lihat saja! Aku akan menang! Aku akan tetap mengikuti kompetisi ini!”

Beberapa hari aku menyiapkan paper perencanaan bisnis bersama dengan partnerku, Yosika. Aku betul-betul bersemangat! Ditengah hiruk pikuk kesibukanku di kantor yang lebih dari 8 jam kuhabiskan di depan komputer dan melayani nasabah, aku masih membakar diriku dengan api semangat untuk berhasil menang. Setidaknya aku menang atas diriku. Aku tidak akan menyerah, tidak, sampai titik terakhir!

Aku bekerja sangat keras! Sumpah, aku ga ngerti soal COGS, buying sensitivity dan banyak poin-poin yang sangat menggangguku. Tak kehabisan akal, aku meminta bantuan. Ku hubungi dosen dan guruku yang lain. Aku hubungi pak Fajar. Karena beliau lah dosen Pengantar Manajemen Bisnisku.
Ide bisnis yang aku tuangkan di proposal sejalan dengan sebuah bisnis yang ia punya. ah, tertolonglah aku! Beberapa poin mampu ku selesaikan meski tak sempurna.

-Hari pengumuman-

Benar saja, aku kalah. Ya, aku kalah! Benar-benar sama seperti yang Mr Bong katakan. Apa yang aku kerjakan itu hanya akan menjadi sampah? Tidak! Tuhan menghargai kerja kerasku. Aku memang kalah, tapi aku kalah dalam kompetisi itu. Ya, hanya dalam ranah kubus itu. Di luar itu, aku menang.
“hani, ide bisnis kamu sejalan dengan mimpi saya. Bagaimana kalau kita realisasikan bersama!”
Itu kata-kata yang begitu memenangkanku.

Kata-kata yang berjalan beriringan dengan langkah nyata. Aku tak menyangka bahwa team IT sudah disiapkan, kami akan memiliki perusahaan sendiri di tengah ibukota Jakarta. Ah ini yang aku mimpikan! Memiliki perusahaan sendiri!

Aku rasa...
Aku memang dianugerahi pikiran yang bekerja dengan sangat baik. Dan ditunjukkan dengan kesempatan emas ini. Aku sudah mengantongi 2 unsur yang tadi pak Herry bilang. Yang terakhir, luck. Faktor X yah, ah yang satu ini sepertinya cukup membuat jantungku berdebar debar.
Terus terang saja, aku tidak takut menghadapi 270 hari tantanganku. 270 hari adalah targetku terjun di dunia bisnis. Jika aku kalah, aku akan kembali pada kehidupan normal. Sudah ada rencana untuk hal itu. Itu janjiku saat aku meminta restu mamah untuk terjun di dunia bisnis. Bagiku, doa mamah adalah sinar yang paling kuat menyinari langkahku. Terlebih di mana saat aku membuka pintu dan melangkahkan kakiku di tempat baru nan asing.

Keberuntungan itu bisa diciptakan!

Merry Riana. Kata-kata itu muncul begitu saja. Beberapa hari ini aku sedang asyik membaca bukunya, Langkah Sejuta Suluh. Meski aku lupa ada di halaman berapa, tapi aku ingat kata-kata pamungkas itu. Keberuntungan bisa diciptakan!

Aku gugup! Aku gugup dalam menghitung hari. Ada titik titik keraguan yang kadang muncul. Keraguan yang pernah muncul dan beberapa kali aku coba untuk benar-benar membunuhnya. Sampai tanpa ragu lagi, kuputuskan untuk mengantarkan surat resign itu ke meja pak Herry. Memang, meski aku sudah lalui tantangan itu, titik-titik itu mulai menghantui.

Aku takkan kalah! Kali ini aku yakin. Yakin dengan keyakinan yang teramat besar. Tak hanya percaya, tapi aku yakin. Aku yakin aku akan mampu melewati ini. Aku yakin Allah akan memampukanku untuk melampaui batas ini.

Langkah awal untuk memulai ini nampaknya agak sulit, namun aku yakin, Allah akan membantuku. Ia akan menerangi jalanku, dan mengantarkanku pada keberhasilan sebagai hadiah atas usahaku. Karena aku yakin aku mampu dan akan  dimampukan untuk menjadi mampu!
Bismillaah...


0 komentar:

Posting Komentar