Langkah awal ini
bermula pada saat aku ikut nonton bareng rekan-rekan kantorku, PT Bank Mandiri
(Persero) Tbk.
Hari ini, aku
ingin berbagi kisahku.
Kemarin, sepanjang
perjalanan dari kantor, aku, teman-teman dan pak herry, manajerku, bercanda
tentang banyak hal. Tiba-tiba pandanganku mengarah pada sebuah buku di depan
kursi tempat aku duduk. Ah! Buku itu berjudul 33 Menit Resign. Nah loh! “telat
nih! Harusnya aku ketemu buku ini sebelum aku ngajuin resign.” Gumamku dalam
hati. Tapi, toh aku sudah sangat mempersiapkan diri sebelum aku mengajukan
resign. Aku sudah siap, bahkan lebih dari siap. Sangat siap!
“bagus tuh neng!
Kamu kan mau resign, coba baca buku itu!” tanpa sadar ternyata pak Herry
memperhatikan aku yang asik membaca
Mana yang anda lebih suka?
Hari Senin atau hari Jumat? Kalau anda berkata bahwa anda lebih menyukai hari
Jumat, berarti ada yang salah pada pekerjaan anda.
Beberapa kata
dalam buku itu langsung mengganggu pikiranku. Itu adalah beberapa kata yang pak
Herry katakan padaku beberapa minggu yang lalu. Ternyata dari buku ini! Buku
ini menarik. Boleh gak yah aku pinjam beberpa hari? Gumamku dalam hati. Aku
terus saja membaca garis besar tiap chapter.
“bawa aja neng
buat baca di rumah!”
Seakan membaca
pikiranku, itulah kata-kata yang tiba-tiba diucapkan pak Herry. Tanpa pikir
panjang, kumasukkan buku itu ke dalam tas. Aku akan membacanya! Muncul perasaan
positif bahwa buku itu berisi hal-hal yang dapat menguatkanku di masa yang
mungkin akan berat. Ya, hari-hari di mana aku tak lagi dikenal sebagai
seseorang yang bekerja di bank. Aku, hani, pengusaha muda yang sukses di usia
muda. Seseorang yang akan mengubah dunia menjadi lebih baik lagi. Insha Allah.
“manajer saya
dulu pernah cerita ke saya kalau manusia itu terdiri dari 3 unsur. Luck,
opportunity & brain. Seseorang dengan kemampuan dan keberuntungan tapi gak
punya kesempatan, ga akan berhasil”
Kata-kata itu
menutup perjalanan kami saat mobil pak Herry sampai di mall yang kami tuju. Moment itu nampak biasa saja, tapi aku betul-betul
berusaha mencerna apa yang barusan pak Herry katakan. Terbersit secara singkat
apa yang datang dalam perjalanku sampai aku memutuskan untuk mengajukan resign.
***
Aku berhenti dari
pekerjaan di perbankan untuk membangun perusahaan pengembang SDM yang sangat
inovatif, sebagai langkah awalku untuk memulai mencapai impianku. Ini merupakan
hasil dari pemikiran yang tidak singkat, tapi lahir dari pro dan kontra atas
sebuah ide pada suatu kompetisi perencanaan bisnis di akhir 2015. Yang lahir
dari bagaimana sebuah penyepelean dan pengecapan bahwa seseorang seperti aku
belum pantas menjadi pemenang adalah sesuatu yang membakar semangatku!
“mana bisa kamu
menang? Kamu mau buat ide apa? Ok lah kalau peserta nya cuma mahasiswa kaya
kamu. Saya jamin dengan pemikiran kamu di usia semuda ini, kamu pasti menang.
Tapi lihat, lawanmu itu ga sepantaran. 18-40 tahun. Jelaslah kamu pasti kalah.
Kecuali kalau kamu anggap ini hanya sebagai media pembelajaran saja. Sudahlah,
mending kamu pertajam kemampuan kamu di satu bidang, ya di bahasa Inggris.
Jangan terganggu sama kompetisi-kompetisi kayak gini”
Begitu saran dari
salah satu dosenku. Seseorang yang menginspirasiku ini begitu memukulku dengan
kata-katanya. Tapi bukannya dipukul mundur, seharian aku memikirkan
kata-katanya. “lihat saja! Aku akan menang! Aku akan tetap mengikuti kompetisi
ini!”
Beberapa hari aku
menyiapkan paper perencanaan bisnis bersama dengan partnerku, Yosika. Aku
betul-betul bersemangat! Ditengah hiruk pikuk kesibukanku di kantor yang lebih
dari 8 jam kuhabiskan di depan komputer dan melayani nasabah, aku masih
membakar diriku dengan api semangat untuk berhasil menang. Setidaknya aku
menang atas diriku. Aku tidak akan menyerah, tidak, sampai titik terakhir!
Aku bekerja
sangat keras! Sumpah, aku ga ngerti soal COGS, buying sensitivity dan banyak
poin-poin yang sangat menggangguku. Tak kehabisan akal, aku meminta bantuan. Ku
hubungi dosen dan guruku yang lain. Aku hubungi pak Fajar. Karena beliau lah
dosen Pengantar Manajemen Bisnisku.
Ide bisnis yang
aku tuangkan di proposal sejalan dengan sebuah bisnis yang ia punya. ah,
tertolonglah aku! Beberapa poin mampu ku selesaikan meski tak sempurna.
-Hari pengumuman-
Benar saja, aku
kalah. Ya, aku kalah! Benar-benar sama seperti yang Mr Bong katakan. Apa yang
aku kerjakan itu hanya akan menjadi sampah? Tidak! Tuhan menghargai kerja
kerasku. Aku memang kalah, tapi aku kalah dalam kompetisi itu. Ya, hanya dalam
ranah kubus itu. Di luar itu, aku menang.
“hani, ide bisnis
kamu sejalan dengan mimpi saya. Bagaimana kalau kita realisasikan bersama!”
Itu kata-kata
yang begitu memenangkanku.
Kata-kata yang
berjalan beriringan dengan langkah nyata. Aku tak menyangka bahwa team IT sudah
disiapkan, kami akan memiliki perusahaan sendiri di tengah ibukota Jakarta. Ah
ini yang aku mimpikan! Memiliki perusahaan sendiri!
Aku rasa...
Aku memang dianugerahi
pikiran yang bekerja dengan sangat baik. Dan ditunjukkan dengan kesempatan emas
ini. Aku sudah mengantongi 2 unsur yang tadi pak Herry bilang. Yang terakhir, luck. Faktor X yah, ah yang satu ini
sepertinya cukup membuat jantungku berdebar debar.
Terus terang
saja, aku tidak takut menghadapi 270 hari tantanganku. 270 hari adalah targetku
terjun di dunia bisnis. Jika aku kalah, aku akan kembali pada kehidupan normal.
Sudah ada rencana untuk hal itu. Itu janjiku saat aku meminta restu mamah untuk
terjun di dunia bisnis. Bagiku, doa mamah adalah sinar yang paling kuat
menyinari langkahku. Terlebih di mana saat aku membuka pintu dan melangkahkan
kakiku di tempat baru nan asing.
Keberuntungan itu bisa diciptakan!
Merry Riana.
Kata-kata itu muncul begitu saja. Beberapa hari ini aku sedang asyik membaca
bukunya, Langkah Sejuta Suluh. Meski aku lupa ada di halaman berapa, tapi aku
ingat kata-kata pamungkas itu. Keberuntungan bisa diciptakan!
Aku gugup! Aku
gugup dalam menghitung hari. Ada titik titik keraguan yang kadang muncul.
Keraguan yang pernah muncul dan beberapa kali aku coba untuk benar-benar
membunuhnya. Sampai tanpa ragu lagi, kuputuskan untuk mengantarkan surat resign
itu ke meja pak Herry. Memang, meski aku sudah lalui tantangan itu, titik-titik
itu mulai menghantui.
Aku takkan kalah!
Kali ini aku yakin. Yakin dengan keyakinan yang teramat besar. Tak hanya
percaya, tapi aku yakin. Aku yakin aku akan mampu melewati ini. Aku yakin Allah
akan memampukanku untuk melampaui batas ini.
Langkah awal
untuk memulai ini nampaknya agak sulit, namun aku yakin, Allah akan membantuku.
Ia akan menerangi jalanku, dan mengantarkanku pada keberhasilan sebagai hadiah
atas usahaku. Karena aku yakin aku mampu dan akan dimampukan untuk menjadi mampu!
Bismillaah...
0 komentar:
Posting Komentar