Minggu, 02 Juni 2019

The Growth #4: Hijab Syar'i & Niqab, Change and Challenge



"My family was afraid because Europe is indeed free. Now, they feel better because I tell them that I met you as a participant of this program who wear niqab and keep praying even in the middle of this event. Thank you, Hani" - Shezi, Pakistan



"Asalamu'alaikum warahmatullah, kak aku mau tanya. Alasan kaka menggunakan niqab Itu apa ya?  Dan bagaimana kaka adaptasi dengan sekitar about wearing niqab?"


Waalaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh. Wah terima kasih sudah bertanya. Dan karena ada beberapa pertanyaan yang hampir-hampir mirip, alhasil aku buatkan artikel agar lebih bermanfaat dan pesan yang tersampaikan tidak setengah-setengah. Selamat membaca!

Bismillaahirrahmaanirrahiim


The journey to get there

"Adem banget liat perempuan berhijab syar'i, tapi..."
"Adem banget liat perempuan berniqab, tapi..."

Pernah dalam hati berbisik seperti itu? kawan, itu adalah tanda hidayah dari Allah. Yang tadinya mungkin kita belum berhijab, lalu ada perasaan ingin berhijab. Dari yang tadinya belum berhijab syar'i, lalu ada perasaan ingin berhijab syar'i. Atau dari yang belum berniqab, lalu ada perasaan ingin berniqab. Hidayah layaknya tamu, bisa kita bukakan pintu, kita sambut lalu kita terima. Atau bisa saja kita tolak dengan "tapi-tapi" tadi. Biasanya "tapi" nya itu beragam, entah belum siap, berkaca bahwa diri belum layak, memikirkan mungkin nanti ribet, khawatir tidak bisa istiqamah, dll.

Bila kamu mengalami hal yang serupa, tenang, kamu gak sendirian. Ada banyak wanita termasuk aku yang merasakan hal yang serupa. Namun lewat tulisan ini aku ingin berbagi tentang bagaimana aku menghadapi pertanyaan dalam diri hingga ada di jalan ini, Alhamdulillah alladzii bini'matihi tatimmushalihat. Semoga dengan berbagi di sini, bisa menjadi kebermanfaatan yang membawa kebaikan untukmu dan untukku. aamiin

Awal 2017 adalah awal di mana aku memiliki keinginan berhijab syar'i. Alasannya serhana, terlihat adem. Selain itu, saat itu aku pun mulai merasa risih bila melihat orang lain berhijab tapi lekukan tubuh nampak terlihat. Bukan berniat untuk men-judge, tapi justru merefleksikan dalam diri "ga enak banget kalo aku keliatan begitu". Tapi ragu juga karena mungkin nanti akan ribet, gabisa lagi model-modelin hijab (1 pashmina bisa buat 36 gaya, wkwk, Indonesia banget), panas, dll. Saat itu, aku perbanyak doa, karena jelas menyadari betul bahwa keinginan ini baik, kenapa harus ditolak dengan beragam alasan? akupun meminta nasihat pada orang yang mengerti agama lebih dariku, yaitu Abi ku.

"yakin, ribet? coba aja dulu. Kalau gak dicoba, mana tahu kan" jawaban singkat Abi membuatku tanpa pikir panjang lagi, langsung 'take action'. Bismillaah. Yang kurasakan, maa syaa Allah, adem! pernah ga ngalamin shalat di mushalah terus mukena nya apek, sedangkan kita ga bawa mukena? nah dengan berhijab syar'i, kita ga perlu berhadapan sama hal kayak gini, karena kita ga perlu cari mukena lagi. Kan udah syar'i. Berhijab syar'i, nyatanya ga ribet kok, ga panas juga. Dan soal istiqamah, dengan doa dan terus menjaga niat, insyaa Allah, Allah akan jaga kita.

Awal 2018 adalah fase di mana aku mulai merasakan bahwa niqab adalah hal yang aku butuhkan. Selain mengalami 2 kejadian (yang sebetulnya bukan termasuk abusive things in general), tapi 2 kejadian itu membuatku merasa memerlukan niqab, aku pun merasa bahwa melihat perempuan yang mengenakan niqab itu terlihat adem, hehe. Lagi, ada saja 'tapi' yang muncul. Kali ini lebih berat karena selain khawatir ribet, aku juga memikirkan penerimaan dari sekitar. Apa semua akan baik- baik saja?

Lagi, selain berdoa, aku pun meminta nasihat. Kali ini bukan hanya pada Abi, tapi pada mamah yang di mana aku harus pastikan dulu bagaimana responnya. Karena berniqab tidak sesederhana berhijab syar'i, ada wajah yang sebagian ditutupi dan ini pun masih menjadi hal yang belum umum di lingkunganku. Belum lagi stereotip negatif tentang wanita berniqab yang identik dengan terorisme (yaa Allah -_-). Benar saja, mamah tidak langsung mengizinkan. Alasannya karena stereotip terorisme tadi. Saat itu, aku jelaskan pada mamah bahwa mamah tau tempatku belajar mengaji, tempat kajianku, buku-buku yang aku baca, dll. Sehingga mamah tidak perlu takut. Di sini, komunikasi yang baik rasanya perlu dilakukan. Tapi kemudian mamah menyampaikan bahwa baiknya aku berniqab nanti saja, saat sudah menikah. Hmmm, aku terdiam.

Tak lama Abi menyampaikan padaku "Iya kalau umur kamu sampai pada pernikahan, kalau umur kamu ga sampe pernikahan, nanti nyesel (belum menjalankan Sunnah ini). Tapi yasudah, perbanyak doa aja untuk mamah. Semoga Allah gerakkan hati mamah", ucap abiku yang ternyata didengar oleh mamah di ruang sebelah.

Beberapa waktu setelahnya, akhirnya mamah memberi izin dengan ucapan yang sangat indah. "Bila itu yang terbaik, mamah dukung". Dan benar saja, bukan hanya mengizinkan, mamahku yang lebih paham soal padu-padan warna, seringkali memberikan masukan padaku tentang warna outfit yang aku kenakan. Yang mengharukan lagi, pernah suatu waktu ada yang menyinggung tentang aku yang berniqab saat mamah bersama dengan teman-temannya. Namun mamahku tetap 'selow' dan bercerita santai padaku. "tenang mah, yang penting Hani ga lakuin hal buruk, dan ini, insyaa Allah karena Allah", ucapku.

O ya setelah pertama kali berniqab, Alhamdulillaah alladzii bini'matihi tatimmushalihat, Allah berikan rasa tenang, nyaman dan 'jatuh cinta' pada jalan ini. Sehingga rasanya, apapun reaksi orang sekitar yang tidak memberikan izin tentang keputusanku ini, maka aku tidak peduli, hehe. Kalau menyangkut soal kuliah, insyaa Allah, aman. Tapi kalau pekerjaan (saat itu aku mengajar di SMK & menjadi Assistant Officer BLC di kampusku juga), ya aku bisa resign. Karena rezeki Allah itu luas kok, pikirku.

Tentang 'ribet' saat memakai niqab, aku tidak melihat ini sebagai rintangan, tapi sebagai tantangan. Di mana aku harus belajar bagaimana makan dengan baik (pertama kali pakai niqab, musti makan kwetiaw di Kedubes Malaysia, wkwk duh). As time goes by, Alhamdulillaah aku terbiasa. Pun dengan wudhu yang lebih lama dari biasanya, aku siasati dengan berwudhu sebelum adzan, jadi tidak membuat antrian panjang. Dan justru dengan ini, insyaa Allah ada pahala lebih, karena sekarang jadi meluangkan waktu untuk menunggu waktu adzan dengan lengkap sudah berwudhu.

Reaction from people around


"This is not easy for you, but Allah makes it easier" Musa, a friend from Ghambia

Reaksi orang-orang sekitar ternyata diluar dari rasa takutku. Lingkungan kerja justru memberi dukungan. Yang mengejutkan adalah respon dari murid SMK tempat ku mengajar. Saat pertama kali ke sekolah dengan mengenakan niqab, mereka saling berbisik "eh, itu kak Hani bukan?" (di sekolah aku tidak mengizinkan mereka memanggilku ibu, jadi mereka memanggilku kakak. aku senang, hehe). Tak lama, mereka menghampiri ku. menunjukkan kebahagiaan mereka melihatku berniqab. Bahkan satu dari mereka memelukku sambil hampir menangis, "akhirnya kakak berniqab", padahal aku tidak pernah cerita tentang pergulatan batin yg aku rasakan. Saat itu, aku sungguh tersentuh. Yaa Allah, begitu indahnya!

Tentu saja tidak semua pro, ada juga yang kontra. Ada yang memandangku dengan pandangan aneh. hmmm, tapi ga masalah, hehe. Karena aku bukan tipikal orang yang terlalu peduli dengan pandangan orang ketika aku melakukan sesuatu yang sama sekali tidak merugikan mereka. Aku juga memahami bahwa orang lain seperti itu mungkin karena mereka belum mengerti. Jadi, ga masalah :), doain aja. Toh dulupun aku sempat berkata "ga mungkin deh nanti aku berniqab", yang ternyata sekarang malah berniqab kan? pengalaman kontra lainnya adalah tadi, ketika ada orang yang berbincang dengan mamahku dan menyindir diriku. Kami santai saja, karena lagi-lagi, kami tidak merugikan mereka, aku tidak melakukan hal-hal bersifat kriminal, dan yang paling penting, ini semua karena Allah.

How I see this journey then

"Niqab is the way I dress up as Muslim woman, and never become a barrier to develop myself for a better self" Me

Sebagai anak muda yang aktif bersosialisasi, berorganisasi dan berkegiatan khususnya dalam event kepemudaan internasional, niqab tidak menjadi penghalang jalan bagiku. Justru menjadi pembuka jalan untuk pemikiran baru tentang dakwah. Memang, pengetahuan agamaku masih terbatas, ini menjadi pemantik diri untuk belajar dan belajar lagi. Sehingga dimanapun aku berada, aku bisa mendakwahkan islam pada orang-orang yang baru kutemui.

Ini terjadi saat aku mengikuti NIDA Summer Camp di Thailand, 2018 lalu dan saat di beberapa negara Eropa, 2019 lalu (baru aja Mei kemarin). Di awal, mungkin mereka berpikir A, B, C melihatku berniqab. Tapi dengan rasa percaya diri, aku tetap berbaur dan berbagi. Entah berkenalan, bercerita, bertukar budaya dll. Hingga ada saja pertanyaan mereka tentang Islam. Kenapa kamu berniqab, gimana kamu bisa menikah kalau orang lain ga tau wajah kamu, gimana ibadah dalam agama islam, dll. "wah, menarik! aku baru tahu loh. / yaampun, so sweet banget / agama Islam tuh ngajarin disiplin banget ya. keren!" respon mereka itu selalu membuatku tersenyum dan bersyukur dalam hati. Alhamdulillah tsumma Alhamdulillah.

Pernah juga aku memiliki pengalaman saat di Technische Universität Ilmenau, Jerman, seorang mahasiswa asing menghampiriku saat aku tengah mengobrol dengan teman-teman.
"Hi, I just want to say, Assalamu'alaikum. And for you who wear niqab, I really appreciate you"
Rasanya, maa syaa Allah.
Meskipun bukan pujian manusia yang dicari, tapi ketika diberi dukungan seperti itu, tentu saja membuat hati tersenyum dan sangat bersyukur. Betapa jalan ini dimudahkan dan diindahkan oleh Allah. Maa syaa Allah!

Untukmu yang ada di persimpangan jalan tentang keputusan berhijrah, jalan ini mungkin tidak mudah, tapi ada Allah yang akan memudahkan. Jalan ini juga tidak melulu indah, tapi akan selalu berkah dan penuh hikmah. Meski kita tidak saling menyaksikan perjuangan satu sama lain tapi di waktu yang sama kita sama-sama berjuang. Semoga perjuangan ini menjadi pemberat timbangan kebaikan yang menghadirkan kebahagiaan dan kemenangan abadi di surga Nya.
aamiin allahumma aamiin.

Bandara Soekarno Hatta,
Tangerang - Indonesia
2 Juni 2019






5 komentar:

  1. Kereenn banget Hani semoga bisa Istiqomah. Semoga aku juga bisa makin bisa memperbaiki diri :')

    BalasHapus
  2. Masyaa allah.. allahuakbar.. semoga ridho allah senantiasa bersmaa kak hani.. aamiin allahumma aamiin .. do'akan nisam ya kak semoga istiqomah juga seperti kakak..

    BalasHapus
  3. Thanks for your sharing Kaka.. jazakillah khoiron katsir. Aamiin

    BalasHapus
  4. Maa syaa Allah, tabarakallah ka hani sharingnya
    Aku jadi makin yakin untuk terus semangat mewujudkan goals hijrah ini

    BalasHapus

@SRHanifa

No one can go back to the past and start it back like a new thing. But, everyone can start new thing today and create a new ending -Maria Robinson-
Grand final of 2015 JCI Indonesia Public Speaking Championship. @SRHanifa 3rd Winner

Popular Posts