Turkey Journey Part II [Departure] – ALLY For Future
Assalamu’aaikum warahmatullah wabarakaatuh
Tanpa terasa waktu berjalan begitu cepat. Setelah lebih 1 tahun
saya tidak membuka blog dan berfokus beberapa kegiatan lainnya, saya kembali
teringat dengan tulisan mengenai perjalanan ke Turki pada November tahun lalu.
Meski sudah berlalu, namun saya rasa masih ada kewajiban yang belum saya
tunaikan dengan kembali menulis. Terlebih setelah sahabat saya mengingatkan
untuk kembali menulis di blog. Ya memang, meskipun aktif di media sosial
Instagram, tetaplah takkan bisa menggantikan peran blog dalam urusan
kepenulisan.
Baiklah mari kita mulai
Bismillaaah
1 November 2017
TENTANG PESAWAT, CUACA DI TURKI DAN BANDARA
Maskapai yang disediakan untuk saya dalam mengikuti program
Ally For Future adalah Turkish Airlines dengan fasilitasnya yang maa syaa
Allah. Selama 13 jam mengudara, rasanya saya tidak pernah merasa lapar, karena selalu
ada makanan yang dihidangkan. Masa-masa di pesawat adalah masa-masa pertama saya
beradaptasi dengan makanan Turki, karena makanan yang dihidangkan adalah
makanan-makanan Turki. Seperti roti (yang teksturnya keras), dengan keju yang
rasanya berbeda dengan keju di Indonesia, buah zaitun yang rasanya pahit, hehe
dll. Di dalam pesawat juga disediakan selimut, bantal, earphone, bahkan sampai
kaos kaki. Yang saya suka dari pesawat ini adalah di dalam toilet, lotion dan
parfum yang tersedia beraroma green tea. Sangat menenangkan! Selama di pesawat,
karena masih ada air, saya berwudhu dengan air di wastafel. Senang sekali dan
bersyukur sekali saya saat itu!
Penerbangan saya saat itu adalah direct flight di mana saya
tidak transit di negara-negara tertentu, namun langsung menuju Bandara
Internasional Ataturk, di Istanbul. Dengan tubuh yang mungil, saya selalu
meminta bantuan pada penumpang lainnya untuk mengambilkan barang-barang saya di
kabin pesawat. *terima kasih, kakak-kakak siapapun kalian, hehe. Saat keluar
pesawat, saya disambut dengan cuaca dingin dengan suhu 11 derajat. Brrrrr,
dingin! Suasana Istanbul yang sangat berbeda dengan Indonesia mencuri perhatian
saya.
Saya tiba di waktu subuh. Sebelum keluar bandara, saya
sempatkan mencari mushalah. Saya tidak sempat mengambil foto saat itu, namun kesan
pada mushalah di bandara Ataturk, bagi saya biasa saja. Yang unik adalah ketika
hendak berwudhu, kalau di Indonesia dan beberapa negara lain biasanya ada
tempat wudhu khusus, namun di sini, saya diarahkan untuk mengambil wudhu di
wastafel. Ya, wastafel toilet bandara. Huhu
PENYAMBUTAN, TAKSIM MEYDANI DAN DELEGASI PALESTINA
Kesan pertama yang saya dapatkan ketika saya bertemu dengan panitia
Ally For Future (mereka adalah staff kementerian), saya benar-benar disambut
sebagai tamu negara. Mobil yang disediakan untuk saya pun sangat eksklusif. Sepanjang
perjalanan, pemandangan Istanbul yang mulai disinari dengan cahaya matahari
pagi menemani saya. Indah, sangat indah. Ditambah dengan pengemudi mobil yang
membawa mobil dengan kecepatan tinggi. Ini sebenarnya berasa absurd! Tapi setelah
beberapa hari di Istanbul saya mengerti bahwa mereka memang terbiasa membawa
mobil dengan kecepatan tinggi.
Selama saya di Istanbul, saya tinggal di CVK Park Bosphorus
Hotel. 30 menit dari Bandara, dan hanya perlu berjalan kaki untuk ke Taksim
Square (Taksim Meydanı), sebuah tempat wisata dan distrik yang terkenal akan
restoran, toko dan hotelnya di mana terdapat Monumen Republik yang dibuat oleh
Pietro Canonica dan diresmikan pada tahun 1928 untuk mengenang 5 tahun perayaan
pendirian Republik Turki pada tahun 1923 setelah perang kemerdekaan Turki.
Roommate atau rekan sekamar saya adalah Dana, delegasi dari
Palestine. Kesan pertama dari Dana adalah, dia sangat cantik! Alisnya itu haha
membuat saya yang sering pakai pensil alis rasanya… iri hehe. Ia juga tinggi
*hmmm hmmm hmmm (Nissa Sabyan mode on). Ia seorang akademisi dan debater yang
keren. Dana menjadi roommate sekaligus sahabat saya hingga detik ini. Meski hanya
11 hari, namun cerita kami sungguh berkesan.
Dana adalah seseorang yang sangat supportif. Ia sangat
mensupport saya ketika saya bercerita tentang usaha yang saya jalani (anyway saat
itu saya membawa 50 pcs dummy produk Ratu Sima Secret untuk dibagikan pada
teman-teman delegasi di sana). Selain menerima pemberian masker saya, ia
langsung membeli beberapa pcs produk yang saya bawa. Ia sangat mengapresiasi usaha
saya. Ia pun adalah sosok yang meyakinkan saya untuk tidak perlu malu-malu
memberikan produk Ratu Sima Secret saya pada Dr Fatma (Menteri dari The Ministry
of Family and Social Polici Turkey) dan Dr Esra Elbayrak (anak presiden Erdogan
yang mewakili OIC).
Saat saya sempat ‘salah makan’ dan sakit, Dana juga yang
berinisiatif menghubungi panitia di tengah malam dan meminjamkan winter coatnya
pada saya. Meski saya tidak tahu apa jabatan ayah nya di Palestine, tapi yang
saya tahu ia selalu video call dengan ayahnya di malam hari untuk berdiskusi. Mengenai
apa yang merek diskusikan, saya tidak tahu yaaaaa, karena mereka berbicara
dalam bahasa Arab. Hehe
Hal lain yang membuat saya terkejut adalah ketika saya selesai
membaca Al-Qur’an di kamar, Dana menanyakan saya, apakah saya mengambil kelas
bahasa Arab di Indonesia. Karena katanya, cara membaca Al-Qur’an saya sangat
bagus. Waaaah! Alhamdulillaah! Ada satu moment di mana ia terbangun lebih awal
di pagi hari karena katanya mendengar saya yang sedang membaca Al-Qur’an. Benar-benar
romantis, maa syaa Allah.
(To be continued)
0 komentar:
Posting Komentar