Rabu, 12 Desember 2018

Turkey Journey Part II [Departure] – ALLY For Future


Assalamu’aaikum warahmatullah wabarakaatuh

Tanpa terasa waktu berjalan begitu cepat. Setelah lebih 1 tahun saya tidak membuka blog dan berfokus beberapa kegiatan lainnya, saya kembali teringat dengan tulisan mengenai perjalanan ke Turki pada November tahun lalu. Meski sudah berlalu, namun saya rasa masih ada kewajiban yang belum saya tunaikan dengan kembali menulis. Terlebih setelah sahabat saya mengingatkan untuk kembali menulis di blog. Ya memang, meskipun aktif di media sosial Instagram, tetaplah takkan bisa menggantikan peran blog dalam urusan kepenulisan.


Baiklah mari kita mulai
Bismillaaah

1 November 2017

TENTANG PESAWAT, CUACA DI TURKI DAN BANDARA

Maskapai yang disediakan untuk saya dalam mengikuti program Ally For Future adalah Turkish Airlines dengan fasilitasnya yang maa syaa Allah. Selama 13 jam mengudara, rasanya saya tidak pernah merasa lapar, karena selalu ada makanan yang dihidangkan. Masa-masa di pesawat adalah masa-masa pertama saya beradaptasi dengan makanan Turki, karena makanan yang dihidangkan adalah makanan-makanan Turki. Seperti roti (yang teksturnya keras), dengan keju yang rasanya berbeda dengan keju di Indonesia, buah zaitun yang rasanya pahit, hehe dll. Di dalam pesawat juga disediakan selimut, bantal, earphone, bahkan sampai kaos kaki. Yang saya suka dari pesawat ini adalah di dalam toilet, lotion dan parfum yang tersedia beraroma green tea. Sangat menenangkan! Selama di pesawat, karena masih ada air, saya berwudhu dengan air di wastafel. Senang sekali dan bersyukur sekali saya saat itu!

Penerbangan saya saat itu adalah direct flight di mana saya tidak transit di negara-negara tertentu, namun langsung menuju Bandara Internasional Ataturk, di Istanbul. Dengan tubuh yang mungil, saya selalu meminta bantuan pada penumpang lainnya untuk mengambilkan barang-barang saya di kabin pesawat. *terima kasih, kakak-kakak siapapun kalian, hehe. Saat keluar pesawat, saya disambut dengan cuaca dingin dengan suhu 11 derajat. Brrrrr, dingin! Suasana Istanbul yang sangat berbeda dengan Indonesia mencuri perhatian saya.

Saya tiba di waktu subuh. Sebelum keluar bandara, saya sempatkan mencari mushalah. Saya tidak sempat mengambil foto saat itu, namun kesan pada mushalah di bandara Ataturk, bagi saya biasa saja. Yang unik adalah ketika hendak berwudhu, kalau di Indonesia dan beberapa negara lain biasanya ada tempat wudhu khusus, namun di sini, saya diarahkan untuk mengambil wudhu di wastafel. Ya, wastafel toilet bandara. Huhu

PENYAMBUTAN, TAKSIM MEYDANI DAN DELEGASI PALESTINA

Kesan pertama yang saya dapatkan ketika saya bertemu dengan panitia Ally For Future (mereka adalah staff kementerian), saya benar-benar disambut sebagai tamu negara. Mobil yang disediakan untuk saya pun sangat eksklusif. Sepanjang perjalanan, pemandangan Istanbul yang mulai disinari dengan cahaya matahari pagi menemani saya. Indah, sangat indah. Ditambah dengan pengemudi mobil yang membawa mobil dengan kecepatan tinggi. Ini sebenarnya berasa absurd! Tapi setelah beberapa hari di Istanbul saya mengerti bahwa mereka memang terbiasa membawa mobil dengan kecepatan tinggi.

Selama saya di Istanbul, saya tinggal di CVK Park Bosphorus Hotel. 30 menit dari Bandara, dan hanya perlu berjalan kaki untuk ke Taksim Square (Taksim Meydanı), sebuah tempat wisata dan distrik yang terkenal akan restoran, toko dan hotelnya di mana terdapat Monumen Republik yang dibuat oleh Pietro Canonica dan diresmikan pada tahun 1928 untuk mengenang 5 tahun perayaan pendirian Republik Turki pada tahun 1923 setelah perang kemerdekaan Turki.

Roommate atau rekan sekamar saya adalah Dana, delegasi dari Palestine. Kesan pertama dari Dana adalah, dia sangat cantik! Alisnya itu haha membuat saya yang sering pakai pensil alis rasanya… iri hehe. Ia juga tinggi *hmmm hmmm hmmm (Nissa Sabyan mode on). Ia seorang akademisi dan debater yang keren. Dana menjadi roommate sekaligus sahabat saya hingga detik ini. Meski hanya 11 hari, namun cerita kami sungguh berkesan.

Dana adalah seseorang yang sangat supportif. Ia sangat mensupport saya ketika saya bercerita tentang usaha yang saya jalani (anyway saat itu saya membawa 50 pcs dummy produk Ratu Sima Secret untuk dibagikan pada teman-teman delegasi di sana). Selain menerima pemberian masker saya, ia langsung membeli beberapa pcs produk yang saya bawa. Ia sangat mengapresiasi usaha saya. Ia pun adalah sosok yang meyakinkan saya untuk tidak perlu malu-malu memberikan produk Ratu Sima Secret saya pada Dr Fatma (Menteri dari The Ministry of Family and Social Polici Turkey) dan Dr Esra Elbayrak (anak presiden Erdogan yang mewakili OIC).

Saat saya sempat ‘salah makan’ dan sakit, Dana juga yang berinisiatif menghubungi panitia di tengah malam dan meminjamkan winter coatnya pada saya. Meski saya tidak tahu apa jabatan ayah nya di Palestine, tapi yang saya tahu ia selalu video call dengan ayahnya di malam hari untuk berdiskusi. Mengenai apa yang merek diskusikan, saya tidak tahu yaaaaa, karena mereka berbicara dalam bahasa Arab. Hehe

Hal lain yang membuat saya terkejut adalah ketika saya selesai membaca Al-Qur’an di kamar, Dana menanyakan saya, apakah saya mengambil kelas bahasa Arab di Indonesia. Karena katanya, cara membaca Al-Qur’an saya sangat bagus. Waaaah! Alhamdulillaah! Ada satu moment di mana ia terbangun lebih awal di pagi hari karena katanya mendengar saya yang sedang membaca Al-Qur’an. Benar-benar romantis, maa syaa Allah. 

(To be continued)

0 komentar:

Posting Komentar

@SRHanifa

No one can go back to the past and start it back like a new thing. But, everyone can start new thing today and create a new ending -Maria Robinson-
Grand final of 2015 JCI Indonesia Public Speaking Championship. @SRHanifa 3rd Winner

Popular Posts