Kamis, 29 Desember 2016

Kilas Balik 2016 | Another Incredible Story

Tahun baru, resolusi baru.Tapi kadang yang ditulis malah resoulsi lama yang belum tercapai.

Sudahlah, berhubung tahun baru masih 2 hari lagi, dan ada beberapa 'gejolak emosi positif' yang rasanya sayang kalau dilewatin gitu aja, dan lagi, hari ini hari Jumat yang penuh berkah, insha Allah, jadi saya nulis ini sebelum nulis resolusi (entar aja lah nulis resolusinya, pas menjelang detik-detik menjelang tanggal 1).

Rabu, 30 November 2016

Digital Leader for 21st Century : Comfortable Being Uncomfortable


For majority people, when problems come and change into trouble, life turns out to be more difficult and they would feel uncomfortable. They probably would be anxious, sighing, and the worst one is blaming situation or other people for what is happening with them.

Rabu, 10 Agustus 2016

Sabtu, 02 Juli 2016

Youth Development Through Shopping For Charity


JCI Mission
To Provide development opportunities that empower young people to create positive change.


JCI Bogor City exists for creating positive changes through its activities, which one of those is Shopping For Charity. In collaborated with BAPER (Bogor Aksi Perduli), JCI Bogor City establishes this event in Ramadhan, it is held for 3 days, from June 23 to June 25.

Rabu, 08 Juni 2016

JCI Impact Project - Social Activity

Most of social activities are focusing on one idea. But it doesn’t happen in JCI Bogor City. We collaborate 3 ideas in one project, those are providing free medication, teaching health by drinking milk together and giving cosmetology training for housewives.  Therefore, the theme of our Impact Project is “Healthy Family and Beautiful Mother for Quality Global Society” or in Bahasa : Keluarga Sehat dan Ibu Cantik Untuk Masyarakat Global Berkualitas.

Jambore HIPMI PT ASEAN : Revolusi Mental Untuk Menjadi Pemain Global, Bukan Pemain Lokal




JAMBORE HIPMI PT ASEAN
Revolusi Mental Untuk Menjadi Pemain Global, Bukan Pemain Lokal
Nama : Siti Rahmah Hanifa

Asean Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi Asia yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan MEA bukan lagi di depan mata, namun kini kita berada pada era tersebut. Awalnya, mendengar kata MEA, saya merasa begitu skeptik, "MEA? Bagaimana kita bisa bersaing? Sekarang saja persaingan kerja sudah begitu sulit, dua ratus lima puluh juta orang Indonesia yang bersaing di negeri sendiri, kini harus bersaing lebih berat dengan mereka yang datang dari negeri seberang, haruskah?".


Kekhawatiran saya makin bertambah, saat di penghujung 2015 lalu, saya melihat bahwa banyak sekali masyarakat Indonesia yang belum siap menghadapi MEA. Bagaimana tidak? Sebagai mahasiswa, saya sangat merasa "tertampar" saat saya mencoba membuka pembicaraan tentang MEA diantara teman-teman saya. Tanggapan mereka? Jangan tanya. Mereka meresponnya dengan sangat santai, tidak ada 'greget', pasrah bahkan tak jarang yang masih bertanya "MEA? Apa sih MEA itu?".

Tidak berhenti sampai di situ. Saya yang saat itu bekerja di perbankan dan berhadapan langsung dengan nasabah-nasabah asing sempat membuat saya merasa jauh lebih skeptis lagi. Rata-rata orang luar yang datang ke Indonesia, mereka menduduki jabatan sebagai manajer, wakil direktur, direktur utama bahkan pemilik perusahaan! Sedangkan kita, kebanyakan warga negara Indonesia yang berangkat ke negeri orang hanya menjadi seorang buruh! Seburuk inikah keadaannya? Bagaimana anak cucu kita kedepannya? Ini seperti mimpi buruk. Menjadi budak di tanah kita sendiri.

Skeptis, saya merasa begitu skeptis. Rasa pesimis luar biasa menghinggapi pikiran saya. Akankah kita kembali dijajah di era MEA ini? Membiarkan  mereka, orang-orang asing menjajaki bumi pertiwi dengan leluasa? Saya merasa sendirian. Ribuan pertanyaan mencuat, globalisasi mengubah segalanya. Kemajuan teknologi tak melulu membawa dampak positif. Individualisme bak jamur yang terus merebak ke seluruh arah. Kepentingan diri, ya, hanya demi kepentingan pribadi. Berita-berita tentang korupsi sudah menjadi topik yang tak asing lagi. Mendarah daging, menjadi budaya. Sedangkan budaya gotong royong, saling memberi, berbagi dan mengasihi perlahan mulai sirna.

Mereka yang duduk di kursi kepemimpinan, sampai mereka, generasi yang akan meneruskan kursi kepemimpinan rasanya tak bisa diharapkan. Generasi penerus yang memiliki mimpi, hanya akan menjadi pemimpi. Mereka tidak akan bisa menjadi pemimpin. Mereka akan hidup selamanya sebagi pemimpi, atau mati terkubur bersama mimpi-mimpi semu mereka, bahkan meskipun mimpi mereka hanya impian sederhana untuk mendapatkan kehidupan yang layak di negeri yang kokoh berdiri. Bagaimana bisa NKRI ini berdiri kokoh dengan generasi yang  individualis dan tak mengenal lagi budaya nya?
Apa hanya saya yang merasa setakut ini? Apa ini nyata? Atau hanya bayangan alam bawah sadar saya?

Apa yang saya paparkan di atas adalah benar adanya, itulah yang saya alami dan rasakan. Saat itu, saya mencoba memejamkan mata dan menarik napas panjang. "Tidak! Kita tidak boleh menjadi penonton, kita harus menjadi pemain di era MEA ini! Kita harus menjadi pemain!" Penolakan kuat akan rasa pesimis pada masa depan negeri ini muncul entah dari mana asalnya. Saya mencoba membunuh rasa pesimis itu. Entah apapun namanya itu, tapi saya harus meyakinkan diri saya sendiri.

Mengapa? Karena saat itu saya memutuskan untuk resign dari perbankan untuk mengejar impian saya untuk menjadi pengusaha. Kalau saya saja sudah pesimis melihat keadaan perekonomian bangsa, bagaimana saya bisa berjuang? Bagaimana saya bisa mengumpulkan segenggam demi segenggam semangat untuk menciptakan semangat yang besar? Meski saya tidak memiliki data yang menguatkan saya untuk berjuang, tapi saya harus bisa nembunuh keraguan itu. Harus!

Saya harus tetap maju! Bukankah untuk melontarkan ketapel dengan jarak jauh membutuhkan daya yang besar pula? Terlebih melihat teman-teman saya di Bogor yang di usia muda sudah bertekad menjadi wirausahawan, bahkan bukan hanya sekedar omong kosong, tapi mereka merealisasikan tekad mereka, mewujudkan impian mereka. Mereka, teman-teman saya yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Perguran Tinggi (HIPMI PT).

Mereka adalah inspirasi saya. Meski tak berhasil membunuh rasa skeptis saya pada negeri ini, setidaknya dengan adanya mereka, saya merasa lebih baik dan lebih yakin untuk membawa perubahan positif. Segenggam demi segenggam semangat saya kumpulkan. Saya yakin, bahwa Allah itu ada, Ia tidak tidur, Ia mendengar doa hamba-Nya. Dan Allah pun menjawab doa saya melalui Jambore HIPMI PT se-ASEAN.

 Jambore HIPMI PT se-ASEAN merupakan sebuah langkah awal dan langkah nyata Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI)  dalam mencetak kader-kader pengusaha muda yang mampu menopang perekonomian bangsa kedepannya. Baru kali ini saya mengenal HIPMI secara mendalam. Niatan mulia selama 44 tahun yang terus diregenerasi sampai detik ini. Bersama dengan 4000 mahasiswa dari seluruh Indonesia dan dari beberapa negara Asean berkumpul bersama. Duduk diruang yang sangat luas, Universitas Telkom, Bandung - Indonesia sebagai calon pengusaha sukses di masa depan. Acara Jambore HIPMI PT se-ASEAN ini pun masuk rekor muri.

Dengan Keynote Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo. Jajaran Menteri, Panglima TNI, Wakil Ketua MPR, Ketua DPR, HIPMI, Kadin, dan tokoh-tokoh profesional hebat menjadi pemateri dalam acara Jambore ini. Dengan investasi Rp. 200.000 dirasa cukup ringan untuk mengikuti acara yang sangat luar biasa dengan pemateri yang luar biasa. Acara ini berlangsung selama 5 hari, yaitu 22-26 Mei 2016. Hal yang menggiurkan lainnya adalah, dana hibah sebesar 10-15 juta rupiah yang disiapkan bagi masing-masing peserta dengan kuota 100 peserta terbaik, belum lagi lomba business planning dan kejutan-kejutan lainnya. Wow!

Tidak munafik, jujur saja niat awal saya mengikuti Jambore ini adalah untuk menjadi peserta terbaik. Ya, saya akan menjadi peserta yang akan membawa dana hibah itu. Sepulang acara ini, saya ingin menyerahkan uang ini untuk mamah, satu-satunya orang tua yang masih saya miliki, sebagiannya untuk usaha saya, dan sisanya untuk tabungan kalau-kalau nanti kuliah saya terganggu. Saya bukan dari keluarga kaya, jadi saya harus berjuang sekuat tenaga. Saya bisa! Pasti bisa!

Meski niat saya terdengar baik, tetap saja materi itu tergantung tepat 5 cm di hadapan saya, menjadi target nomor 1 dalam pikiran saya. Soal ilmu? Ah, nomor 2 lah! Relasi, inspirasi dan motivasi yang akan saya dapat, ya itu bonusnya. Begitulah niat awal saya. Apa ada yang salah? Saya rasa tidak.

Di Senin pagi, saya melihat orang nomor 1 di Indonesia, Bapak Presiden Joko Widodo berdiri tak jauh dari tempat saya berada. Secara langsung, Ia memaparkan sejauh mana pembangunan Indonesia. Saya yang awalnya mengenal kata 'Revolusi Mental' hanya sebagai kata manis kosong, perlahan sadar akan kehebatan kepemimpinan Indonesia. Revolusi mental. Mungkin apa yang saya rasakan itu adalah proses menuju revolusi mental yang digadang-gadangkan oleh Bapak Presiden Joko Widodo.

"Revolusi mental yang Bapak Presiden katakan tadi pagi harus kita terapkan. Di era MEA ini, Kita harus menjadi pemain global, bukan pemain lokal! Jadikan MEA sebagai peluang! Ayo ikut berperan!".
Kata-kata Menteri BUMN, Ibu Rini Mariani Soemarno di hari yang sama terasa seperti paku yang tertancap lebih kuat pada dinding sanubari saya, begitu kuat! Sebelumnya, jangankan pemain global! Menjadi pemain lokal saja saya begitu skeptis. Pikiran saya terlalu sempit, begitu merendahkan warga negara kita dalam cakupan penonton, bahkan kategori pemain lokal pun saya ragukan. Ah, saya harap tidak banyak pemuda yang punya pikiran se-skeptis saya kemarin.

Bersama 4000 peserta lainnya, saya melihat bagaimana revolusi mental ini nyata! Semakin nyata! Atmosfer antusiasme setiap peserta Jambore HIPMI PT se-ASEAN begitu terasa! Dalam tiap sesi tanya jawab, puluhan bahkan ratusan peserta mengantre untuk bertanya. Saya yakin, bukan hanya ratusan, tapi ribuan. Setiap peserta pasti memiliki pertanyaan yang ingin diajukan! Suara yang ingin mereka suarakan. Di dengar pejabat bahkan seluruh dunia! Melalui payung HIPMI yang luar biasa!

Suasana semakin terasa luar biasa ketika Ketua Umum BPP HIPMI, Kang Bahlil Lahadalia di beberapa kesempatan  membakar semangat kami dengan semangatnya yang berapi-api. Bak api unggun yang menghangatkan di cuaca yang dingin, bak lilin yang menerangi ruangan, itulah pandangan saya terhadap Kang Bahlil, kakak kami tercinta.

Merinding, saya begitu merasa merinding. Takjub! Saya sungguh takjub. Suara riuh tepuk tangan, acungan jempol, senyuman penuh positif, kami rasakan begitu kuat. Energi yang dimiliki tiap peserta rasanya menular dan tumpah ruah dalam ruangan nan megah. Hati saya tertunduk malu, meski saya aktif selama acara berlangsung. Namun saya tak pantas mendapat kategori peserta terbaik. Karena bukan 1 atau 100, namun kami, kami semua, adalah kader terbaik yang akan memimpin bangsa di masa depan. Dengan seyuman, saya mendeklarasikan bahwa berada di antara pemuda-pemudi yang luar biasa ini jauh... Jauh... Jauh lebih berharga dari nominal materi.

Apa hanya karena satu atau dua momen ini yang membuat pikiran saya beralih 180 derajat? Tidak! Lagi-lagi Jambore HIPMI PT se-ASEAN membuka relung nurani saya. Anda ingat bagaimana saya memaparkan soal individualisme sebelumnya? Saya salah besar! Banyak peserta dari Aceh bahkan Papua yang berjuang untuk sampai di acara ini. Apa ada individualisme yang saya lihat? Tidak! Kami bersatu! Kami saling merangkul, kami saling berbagi dan saling menginspirasi.

Arti "bhineka tunggal ika" begitu kuat saya rasakan. Kami berbaur dan berbagi tentang budaya daerah, tempat-tempat yang indah yang belum terjamah, kondisi daerah yang menjadi perbincangan menarik, bahkan dengan senang hati kami saling menawarkan untuk 'saling menjamu' saat kami bertandang. Etika, budaya saling menolong, budaya ramah tamah dan saling menghargai terasa sangat kental.

Hanya itu? Tidak! Sebagai pengusaha sekaligus mahasiswa, Kami berbagi soal kegiatan bisnis dan kuliah kami. Saya sangat senang saat Ilmu Ekonomi yang saya dapat di kampus, dapat saya bagikan saat teman dari jurusan Kimia di Kalimantan Timur bertanya mengenai bisnis. Saya juga begitu takjub dengan berbagai jurusan kuliah para peserta yang menjadi latar belakang mereka dalam berwirausaha dan banyak menghasilkan produk-produk yang inovatif. Mereka sungguh kreatif! Luar biasa!

Apa yang saya katakan di sini bukan hanya sebuah opini yang keluar dari salah satu mahasiswa berdarah Sunda, namun ini pun diamini oleh banyak pihak. Semangat kami, kreatifitas kami dan keseriusan kami dalam berwirausaha betul-betul mendapat dukungan dari pihak-pihak yang tidak kami sangka-sangka. Selain dukungan dana yang dikucurkan pemerintah, ada hal-hal diluar dugaan yang membuat saya cukup terkejut. Ijinkan saya berbagi mengenai pengalaman saya dan rekan sekamar saya;

Di hari pertama kami mengikuti Jambore HIPMI PT se-ASEAN, setelah kami kembali ke asrama masing-masing, Helpi, mahasiswa Universitas Padjajaran jurusan Farmasi yang merupakan teman baru sekaligus teman sekamar saya terlihat nampak sumringah. "Saya dapat kerja sama dari mahasiswa Malaysia! Mereka mau kerja sama di bisnis yang saya bangun!" Wow! Keren! Luar biasa!

Di hari pertama itu juga saya sempat berbicara langsung dengan Bapak Sulaiman A. Arianto, Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., tempat sebelumnya saya bekerja!
"Bapak, saya Hani. Alumni Program Kriya Mandiri 2014-2016. Saya sangat berterima kasih pada Bank Mandiri yang memberikan saya kesempatan berkarir di perbankan. Program Kriya Mandiri mencetak akademisi, pegawai BUMN dan pengusaha. Namun saya memilih untuk menjadi pengusaha." ucap saya membuka pembicaraan singkat itu. "Oh! Kriya Mandiri! Bagus, bagus, nak!" respon pak Sulaiman dengan ramahnya.

Selama 20 bulan di perbankan, banyak sekali hal yang saya amati dan pelajari. Sampai-sampai saya bertekad untuk membangun perusahaan pengembang SDM. Dan salah satu yang akan saya jalankan adalah terobosan baru dalam dunia perbankan yang akan menjadikan Indonesia tidak hanya menjadi pemain lokal namun pemain global di era MEA ini. Revolusi mental untuk menjadi pemain global, bukan hanya pemain lokal.

Dan beruntungnya saya dipertemukan dengan Bapak Sulaiman yang menyambut hangat dan berpesan untuk menghubunginya kembali jika saya ingin bersilaturrahim. Sekelas Wakil Direktur Utama! Di mana lagi saya bisa bertemu orang penting seperti beliau, jika bukan di Jambore HIPMI PT se-ASEAN! Di mana lagi saya bisa mendapatkan kontak beliau bahkan disambut dengan begitu ramah, jika bukan di Jambore HIPMI PT se-ASEAN!

Dua hal yang terjadi pada kami berdua. Itu baru 2 hal yang saya ketahui. Saya yakin ada banyak sekali mahasiswa pengusaha yang mendapat network/jaringan pada bisnis mereka. Bahkan pada suatu sesi tanya jawab di hari kedua, ketika saya kembali ke tempat duduk semula, seorang pers mendatangi saya dan bertanya tentang usaha yang saya geluti saat ini. Di akhir perbincangan kami, ia menawarkan diri untuk memberi jalan pada investor hingga nominal Rp. 500.000.000 untuk usaha saya. Fantastis!

Sungguh! Kerjasama bisnis atau business matching yang dituliskan akan mewarnai acara Jambore HIPMI PT se-ASEAN benar adanya. Jambore HIPMI PT se-ASEAN menghancurkan rasa skeptis yang menghantui saya, dan menggantinya dengan keyakinan di luar batas ekspektasi saya. Bukan hanya segenggam demi segenggam semangat, tapi ini semangat yang tak terhingga. Keyakinan saya, keyakinan kami pada bibit-bibit pengusaha yang akan menguasai pasar global!

Bumi pertiwi memanggil kami, pengusaha muda untuk memberi bakti pada negeri! Menjadi pengusaha pejuang, pejuang pengusaha. Menjadi pengusaha nasionalis yang akan melanjutkan estafet obor perjuangan HIPMI. Persis seperti kata-kata Kang Bahlil Lahadalia, Ketua Umum BPP HIPMI.

"Karena masih banyak jutawan yang belum terlahir, dan kalian semua adalah jutawan tersebut!" ucapan Bapak Abdul Latif, Sang Pendiri HIPMI ini menjadi semangat luar biasa yang membuat saya berdiri tegak dan dengan lantang mengikrarkan bahwa saya bisa! Bahwa kami bisa! Bahwa kami akan menjadi pengusaha nasionalis dengan identitas bangsa. Revolusi mental besar-besaran untuk menjadi pemain global, bukan pemain lokal!

Kami, para pemimpi akan bermetamorfosis menjadi pemimpin. Karena kini, dengan  kepercayaan pada pemerintah yang semakin kuat serta sinergi kuat yang disalurkan oleh HIPMI membawa saya menjadi sangat yakin bahwa dengan ini kami mampu. Saya yakin, saya bukanlah satu-satunya yang merasakan kekuatan dan keyakinan ini, namun semua peserta Jambore HIPMI PT se-ASEAN pun pasti merasakan hal yang sama.

Tak perlu memaksakan keyakinan kami pada 250.000.000 lebih warga Indonesia saat ini, cukup berbakti pada bumi pertiwi dan memberi bukti bukan sekedar janji. Seperti apa yang telah dicontohkan oleh kakak-kakak kami di HIPMI. Kelak, 10 sampai 20 tahun kedepan, kami akan menjadi generasi yang akan memakmurkan negeri, dan mencetak regenerasi selanjutnya untuk terus membawa Indonesia menjadi negara yang kaya, kuat, makmur dan berbudaya.

Revolusi mental untuk membawa kami menjadi pemain global, bukan pemain lokal apalagi hanya menjadi penonton. Kami siap! Karena kami HIPMI!
"Siapa kami? HIPMI!!! Siapa kami? HIPMI!!! Siapa kami? HIMPI!!!
Are you ready? Jambore HIPMI PT maju maju maju!!! berprestasi!!! YES!!!"


25 Mei 2016 | 02.00 AM
Asrama C, Universitas Telkom
Bandung – Indonesia
0813 1616 3080

Dari relung hati yang penuh diberkahi semangat.






Sabtu, 21 Mei 2016

Build Our Generation, Build Our Nation



“The most valuable person is the one who cherishes the value in others.” 
― Ron Kaufman

The future value within children are sometimes unseen. It occurs because it has not been shaped due to their long process as just a child. It is sometimes the thing that some parents do not give their care too much. But however, it is essential to be shaped even since they are children, because they are in 'Golden Age', they are our next generation, and they would lead this country someday.

Selasa, 03 Mei 2016

Merry Riana Corporate Ambassador, MRCA Batch 4


Merry Riana Corporate Ambassador, komunitas ini saya ketahui dari teman saya baru-baru ini. Meskipun sudah ga asing sama kata "Merry Riana" yang film Mimpi Sejuta Dollar nya udah pernah saya tonron, jujur saja saya emang ga tahu menahu soal komunitas ini. Berbekal ajakan dari teman, saya ikut saja seleksinya. 29 Februari 2016 deadlinenya. Tahapan demi tahapan saya lalui sampai saya lolos. Dari tahapan seleksi tersebut, salah satunya yang paling menarik buat saya adalah membuat video 2 menit tentang Aku & Merry Riana :

Minggu, 17 April 2016

Sabtu, 16 April 2016

Sabtu, 19 Maret 2016

Tetaplah Istiqamah, Sebuah Pesan Cinta Dari Abi


Tetaplah istiqamah!

Hani, Baca ini ketika dirimu merasa lemah

Istiqamah fissabiilillah, cuma bisa dijalani oleh orang-orang yang berani menggadaikan kemauan, ambisi, kesenangannya demi rida Allah yang ga bisa dilihat mata. Dia menunda itu semua untuk diberikan disebaik-baiknya kesempatan, menitipkan itu semua ditangan Allah.

Rabu, 09 Maret 2016

Sabtu, 05 Maret 2016

Hijab Bukan Penghalang Kesuksesan


Banyak wanita yang berpendapat bahwa lebih baik menghijabkan hati dan akhlak terlebih dahulu, baru menghijabkan kepala. Hal tersebut tidak berlaku bagi saya. Kala itu saat saya berusia 10 tahun saya memutuskan untuk berhijab. Dengan lingkungan keluarga yang mayoritas muslim namun tidak berhijab, tidak memupuskan niat saya. Ada sebuah dorongan dari dalam hati yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Sabtu, 27 Februari 2016

Bangga Jadi Warga Indonesia, Tapi . . .

Tamara Shogaolu, seorang sutradara kebangsaan Amerika ini begitu inspiratif. Saya mengenalnya di acara Indonesia International Film Festival (INEFFEST) 2013 sebagai seorang seorang mentor. Hubungan kami begitu baik, khususnya saya yang saat itu mendapat tugas sebagai sutradara kelompok. Tak terhenti di situ, September lalu ia sempat menjadi mentor saya saat saya mendaftar internship perfilman di Amerika.

Kamis, 18 Februari 2016

Mengenal Diri Sendiri



Disadari atau enggak, kita pasti banyak menilai orang-orang di sekitar kita. Entah itu ‘ngomongin’ orang waktu asik kumpul sama temen, komentarin berita yang lagi trend, atau simpel nya komentar status orang di media sosial. Namanya juga makhluk sosial, pasti kita seenggaknya punya sedikit rasa peka sama lingkungan kita, terutama orang-orangnya.

Sebenernya, Sah-sah aja kok nilai orang lain. Namanya juga hidup, kita yang jalanin orang lain yang komentar. Ibarat cermin, orang lain yang jalanin hidup, ya kita berhak buat komentarin hidup dia.  Tapi sadar ga sih, apa kita udah bener-bener kenal sama diri kita sendiri? Sepeduli-pedulinya kita sama hidup orang lain dengan ‘kepoin’ dia, pernah ga sih kita inget seberapa ‘peduli’ kita sama hidup kita sendiri?

@SRHanifa

No one can go back to the past and start it back like a new thing. But, everyone can start new thing today and create a new ending -Maria Robinson-
Grand final of 2015 JCI Indonesia Public Speaking Championship. @SRHanifa 3rd Winner

Popular Posts